Selasa, 01 April 2014

SPK Menggunakan Metode AHP

Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an. Metode ini merupakan salah satu model pengambilan keputusan multikriteria yang dapat membantu kerangka berpikir manusia dimana faktor logika, pengalaman pengetahuan, emosi dan rasa dioptimasikan ke dalam suatu proses sistematis. Pada dasarnya, AHP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok –kelompoknya, dengan mengatur kelompok tersebut ke dalam suatu hierarki, kemudian emasukkan nilai numerik sebagai pengganti persepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif. Dengan suatu sintesa maka akan dapat ditentukan elemen mana yang mempunyai prioritas tertinggi.
AHP merupakan suatu pendekatan praktis untuk memecahkan masalah keputusan kompleks yang meliputi perbandinagn alternatif. AHP juga memungkinkan pengambilankeputusan menyajikan hubungan hierarki antara faktor, atribut, karakteristik atau alternative dalam lingkungan pengambilan keputusan. Dengan cirri – ciri khusus, hierarki yang dimilikinya, masalah kompleks yang tidak terstruktur dipecahkan dalam kelompok -kelompoknya.
Skala ukuran panjang (meter), temperature (derajat), waktu (detik) dan uang (rupiah) telah digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengukur bermacam-macam kejadian yang sifatnya fisik. Kita tahu bahwa penerapan seperti itu dapat diterima secara umum. Pertanyaannya adalah apakah kita dapat memperluas dan membenarkan penggunaan skala tersebut secara beralasan dan mudah dipahami untuk mencerminkan perasaan-perasaan kita pada bermacam-macam persoalan sosial, ekonomi dan politik?
Sulit dibayangkan, sebab di sini lebih cocok bila digunakan suatu ukuran lain yang lebih sederhana, misalnya persentase. Namun variabel-variabel sosial, ekonomi, dan politik tidak jarang yang sulit diukur, seperti misalnya bagaimana mengukur produk yang berupa rasa aman karena tidak adanya serangan dari Negara lain yang dihasilkan karena pengeluaran pemerintah di bidang pertahanan, bagaimana mengukur kerugian yang diderita masyarakat karena bermacam-macam polusi dan kerusakan lingkungan akibat industrialisasi, dan sebagainya.
Oleh karena itu, maka diperlukan suatu skala yang luwes yang disebut prioritas, yaitu suatu ukuran abstrak yang berlaku untuk semua skala. Penentuan prioritas inilah yang akan dilakukan dengan menggunakan AHP. Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami :
Dekomposisi
Setelah persoalan didefenisikan, maka perlu dilakukan decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur – unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur – unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hierarki (hierarchy). Ada 2 (dua) jenis hierarki, yaitu lengkap dan tak lengkap. Dalam hierarki lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian dinamakan hierarki tak lengkap.
Penilaian Berpasangan
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif 2 (dua) elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen – elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih enak bila disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks Pairwise Comparison.(Penilaian Berpasangan).
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan 2 (dua) elemen, seseorang yang akan memberikan jawaban perlu pengertian menyeluruh tentang elemen – elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. Dalam penyusunan skala kepentingan ini, digunakan patokan tabel :
Skala Dasar Thomas L. Saaty
Langkah dan Prosedur AHP
Buchara (2000) mejelaskan bahwa secara umum, langkah – langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan AHP untuk memecahkan suatu masalah adalah sebagai berikut :
1. Mendefenisikan permasalahan dan menentukan tujuan. Bila AHP digunakan untuk memilih alternatif atau menyusun prioritas alternatif, maka tahap ini dilakukan pengembangan alternatif.
2. Menyusun masalah ke dalam suatu struktur hierarki sehingga permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terukur
3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada setiap hierarki. Prioritas ini dihasilkan dari suatu matriks perbandingan berpasangan antara seluruh elemen pada tingkat hierarki yang sama.
4. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hierarki.

SPK Menggunakan Metode Profile Matching (GAP)

Profile matching merupakan suatu proses yang sangat penting dalam manajemen SDM dimana terlebih dahulu ditentukan kompetensi (kemampuan) yang diperlukan oleh suatu jabatan. Kompetensi/kemampuan tersebut haruslah dapat dipenuhi oleh pemegang/calon pemegang jabatan.

Dalam proses profile matching secara garis besar merupakan proses membandingkan antara kompetensi individu kedalam kompetensi jabatan sehingga dapat diketahui perbedaan kompetensinya (disebut juga gap), semakin kecil gap yang dihasilkan maka bobot nilainya semakin besar yang berarti memiliki peluang lebih besar untuk karyawan menempati posisi tersebut.
Untuk menganalisis karyawan yang sesuai dengan jabatan tertentu dilakukan dengan metode profile matching, dimana dalam proses ini terlebih dahulu menentukan kompetensi (kemampuan) yang diperlukan oleh suatu jabatan. Dalam proses profile matching secara garis besar merupakan proses membandingkan antara kompetensi individu ke dalam kompetensi jabatan sehingga dapat diketahui perbedaan kompetensinya (disebut juga gap)

1. Perhitungan Pemetaan GAP Kompetensi
Setelah proses pemilihan kandidat, proses berikutnya adalah menentukan kandidat mana yang paling cocok menduduki jabatan yang diajukan oleh perusahaan. Dalam kasus ini penulis menggunakan perhitungan pemetaan gap kompetensi dimana yang dimaksud dengan gap disini adalah beda antara profil jabatan dengan profil karyawan atau dapat ditunjukkan pada rumus di bawah ini:

Gap = Profil Karyawan – Profile Jabatan


2. Perhitungan Pemetaan GAP Kompetensi Berdasarkan Aspek-Aspek
Untuk perhitungan pemilihan karyawan pengumpulan gap-gap yang terjadi itu sendiri pada tiap aspeknya mempunyai perhitungan yang berbeda-beda. Untuk keterangannya bisa dilihat pada tabel 2.1 :
Tabel 3.2 Keterangan Sub Aspek Kriteria


Kriteria
Keterangan Sub Kriteria
Aspek Kapasitas Intelektual
CS : Common Sense
VI : Verbalisasi Ide
SB : Sistematika Berfikir
PSR : Penalaran dan Solusi Real
KN : Konsentrasi
LP : Logika Praktis
FB : Fleksibilitas Berfikir
IK : Imajinasi Kreatif
ANT : Antisipasi
IQ : Potensi Kecerdasan
Aspek Sikap Kerja
EP : Energi Psikis
KTJ : Ketelitian dan Tanggung Jawab
KH : Kehati-hatian
PP : Pengendalian Perasaan
DB : Dorongan Berprestasi
VP : Vitalitas dan Perencana
Aspek Perilaku
D : Dominance (Kekuasaan)
I : Influences (Pengaruh)
S : Steadiness (Keteguhan Hati)
C : Compliance (Pemenuhan)
Di mana nilai aspek sub kriterianya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3 Nilai aspek sub kriteria


Nilai Sub Kreteria
1 : Tidak Memenui Syarat
2 : Kurang
3 : Cukup
4 : Baik
5 : Sangat Baik

1. Perhitungan dan Pengelompokan Core dan Secondary FactorSetelah menentukan bobot nilai gap untuk ketiga aspek yaitu aspek kapasitas intelektual, sikap kerja dan perilaku dengan cara yang sama. Kemudian tiap aspek dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu kelompok Core Factor dan Secondary Factor. Untuk perhitungan core factor dapat ditunjukkan pada rumus di bawah ini:



NCF = Σ NC (I, s, p)             
                               Σ IC
Keterangan:
NCF                : Nilai rata-rata core factor
NC(i, s, p)       : Jumlah total nilai core factor (Intelektual, Sikap kerja, Perilaku)
IC                    : Jumlah item core factor
Sedangkan untuk perhitungan secondary factor dapat ditunjukkan pada rumus di bawah ini:
NCS = Σ NS (I, s, p)
       Σ IS
Keterangan:
NSF                 : Nilai rata-rata secondary factor
NS(i, s, p)        : Jumlah total nilai secondary factor (Intelektual, Sikap kerja, Perilaku)
IS                     : Jumlah item secondary factor