Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty
pada tahun 1970-an. Metode ini merupakan salah satu model pengambilan
keputusan multikriteria yang dapat membantu kerangka berpikir manusia
dimana faktor logika, pengalaman pengetahuan, emosi dan rasa
dioptimasikan ke dalam suatu proses sistematis. Pada dasarnya, AHP
merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang kompleks
dan tidak terstruktur ke dalam kelompok –kelompoknya, dengan mengatur
kelompok tersebut ke dalam suatu hierarki, kemudian emasukkan nilai
numerik sebagai pengganti persepsi manusia dalam melakukan perbandingan
relatif. Dengan suatu sintesa maka akan dapat ditentukan elemen mana
yang mempunyai prioritas tertinggi.
AHP merupakan suatu pendekatan praktis untuk memecahkan masalah
keputusan kompleks yang meliputi perbandinagn alternatif. AHP juga
memungkinkan pengambilankeputusan menyajikan hubungan hierarki antara
faktor, atribut, karakteristik atau alternative dalam lingkungan
pengambilan keputusan. Dengan cirri – ciri khusus, hierarki yang
dimilikinya, masalah kompleks yang tidak terstruktur dipecahkan dalam
kelompok -kelompoknya.
Skala ukuran panjang (meter), temperature (derajat), waktu (detik)
dan uang (rupiah) telah digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk
mengukur bermacam-macam kejadian yang sifatnya fisik. Kita tahu bahwa
penerapan seperti itu dapat diterima secara umum. Pertanyaannya adalah
apakah kita dapat memperluas dan membenarkan penggunaan skala tersebut
secara beralasan dan mudah dipahami untuk mencerminkan perasaan-perasaan
kita pada bermacam-macam persoalan sosial, ekonomi dan politik?
Sulit dibayangkan, sebab di sini lebih cocok bila digunakan suatu
ukuran lain yang lebih sederhana, misalnya persentase. Namun
variabel-variabel sosial, ekonomi, dan politik tidak jarang yang sulit
diukur, seperti misalnya bagaimana mengukur produk yang berupa rasa aman
karena tidak adanya serangan dari Negara lain yang dihasilkan karena
pengeluaran pemerintah di bidang pertahanan, bagaimana mengukur kerugian
yang diderita masyarakat karena bermacam-macam polusi dan kerusakan
lingkungan akibat industrialisasi, dan sebagainya.
Oleh karena itu, maka diperlukan suatu skala yang luwes yang disebut
prioritas, yaitu suatu ukuran abstrak yang berlaku untuk semua skala.
Penentuan prioritas inilah yang akan dilakukan dengan menggunakan AHP.
Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus
dipahami :
Dekomposisi
Setelah persoalan didefenisikan, maka perlu dilakukan decomposition
yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur – unsurnya. Jika ingin
mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur –
unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut,
sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena
alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hierarki (hierarchy). Ada
2 (dua) jenis hierarki, yaitu lengkap dan tak lengkap. Dalam hierarki
lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada
pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian dinamakan hierarki tak
lengkap.
Penilaian Berpasangan
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif 2
(dua) elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat
di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan
berpengaruh terhadap prioritas elemen – elemen. Hasil dari penilaian ini
akan tampak lebih enak bila disajikan dalam bentuk matriks yang
dinamakan matriks Pairwise Comparison.(Penilaian Berpasangan).
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan 2 (dua)
elemen, seseorang yang akan memberikan jawaban perlu pengertian
menyeluruh tentang elemen – elemen yang dibandingkan dan relevansinya
terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. Dalam penyusunan skala
kepentingan ini, digunakan patokan tabel :
Langkah dan Prosedur AHP
Buchara (2000) mejelaskan bahwa secara umum, langkah – langkah yang
harus dilakukan dalam menggunakan AHP untuk memecahkan suatu masalah
adalah sebagai berikut :
1. Mendefenisikan permasalahan dan menentukan tujuan. Bila AHP
digunakan untuk memilih alternatif atau menyusun prioritas alternatif,
maka tahap ini dilakukan pengembangan alternatif.
2. Menyusun masalah ke dalam suatu struktur hierarki sehingga
permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan
terukur
3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada setiap hierarki.
Prioritas ini dihasilkan dari suatu matriks perbandingan berpasangan
antara seluruh elemen pada tingkat hierarki yang sama.
4. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hierarki.
Selasa, 01 April 2014
SPK Menggunakan Metode Profile Matching (GAP)
Profile matching merupakan suatu proses yang sangat penting dalam
manajemen SDM dimana terlebih dahulu ditentukan kompetensi (kemampuan)
yang diperlukan oleh suatu jabatan. Kompetensi/kemampuan tersebut
haruslah dapat dipenuhi oleh pemegang/calon pemegang jabatan.
Dalam proses profile matching secara garis besar merupakan proses membandingkan antara kompetensi individu kedalam kompetensi jabatan sehingga dapat diketahui perbedaan kompetensinya (disebut juga gap), semakin kecil gap yang dihasilkan maka bobot nilainya semakin besar yang berarti memiliki peluang lebih besar untuk karyawan menempati posisi tersebut.
Untuk menganalisis karyawan yang sesuai dengan jabatan tertentu
dilakukan dengan metode profile matching, dimana dalam proses ini
terlebih dahulu menentukan kompetensi (kemampuan) yang diperlukan oleh
suatu jabatan. Dalam proses profile matching secara garis besar
merupakan proses membandingkan antara kompetensi individu ke dalam
kompetensi jabatan sehingga dapat diketahui perbedaan kompetensinya
(disebut juga gap)
1. Perhitungan Pemetaan GAP Kompetensi
Setelah proses pemilihan kandidat, proses berikutnya adalah menentukan kandidat mana yang paling cocok menduduki jabatan yang diajukan oleh perusahaan. Dalam kasus ini penulis menggunakan perhitungan pemetaan gap kompetensi dimana yang dimaksud dengan gap disini adalah beda antara profil jabatan dengan profil karyawan atau dapat ditunjukkan pada rumus di bawah ini:
Gap = Profil Karyawan – Profile Jabatan
1. Perhitungan Pemetaan GAP Kompetensi
Setelah proses pemilihan kandidat, proses berikutnya adalah menentukan kandidat mana yang paling cocok menduduki jabatan yang diajukan oleh perusahaan. Dalam kasus ini penulis menggunakan perhitungan pemetaan gap kompetensi dimana yang dimaksud dengan gap disini adalah beda antara profil jabatan dengan profil karyawan atau dapat ditunjukkan pada rumus di bawah ini:
Gap = Profil Karyawan – Profile Jabatan
2. Perhitungan Pemetaan GAP Kompetensi Berdasarkan Aspek-Aspek
Untuk perhitungan pemilihan karyawan pengumpulan gap-gap yang terjadi itu sendiri pada tiap aspeknya mempunyai perhitungan yang berbeda-beda. Untuk keterangannya bisa dilihat pada tabel 2.1 :
Tabel 3.2 Keterangan Sub Aspek Kriteria
Kriteria
|
Keterangan Sub Kriteria
|
Aspek Kapasitas Intelektual
|
CS : Common Sense
|
VI : Verbalisasi Ide
|
|
SB : Sistematika Berfikir
|
|
PSR : Penalaran
dan Solusi Real
|
|
KN : Konsentrasi
|
|
LP : Logika Praktis
|
|
FB : Fleksibilitas Berfikir
|
|
IK : Imajinasi Kreatif
|
|
ANT : Antisipasi
|
|
IQ : Potensi Kecerdasan
|
|
Aspek Sikap Kerja
|
EP : Energi Psikis
|
KTJ : Ketelitian dan Tanggung Jawab
|
|
KH : Kehati-hatian
|
|
PP : Pengendalian Perasaan
|
|
DB : Dorongan Berprestasi
|
|
VP : Vitalitas dan Perencana
|
|
Aspek Perilaku
|
D : Dominance (Kekuasaan)
|
I : Influences (Pengaruh)
|
|
S : Steadiness (Keteguhan Hati)
|
|
C : Compliance (Pemenuhan)
|
Di mana nilai aspek sub
kriterianya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3
Nilai aspek sub kriteria
Nilai Sub Kreteria
|
1 : Tidak Memenui Syarat
|
2 : Kurang
|
|
3 : Cukup
|
|
4 : Baik
|
|
5 : Sangat Baik
|
NCF = Σ NC
(I, s, p)
Σ IC
Keterangan:
NCF : Nilai rata-rata core factor
NC(i, s, p) :
Jumlah total nilai core factor (Intelektual, Sikap kerja, Perilaku)
IC :
Jumlah item core factor
Sedangkan untuk
perhitungan secondary factor dapat ditunjukkan pada rumus di bawah ini:
NCS
= Σ
NS (I, s, p)
Σ IS
Keterangan:
NSF :
Nilai rata-rata secondary factor
NS(i, s, p) :
Jumlah total nilai secondary factor (Intelektual, Sikap kerja, Perilaku)
IS :
Jumlah item secondary factor
Langganan:
Postingan (Atom)